Momentum Ekonomi Indonesia
Tahun 2017 menjadi tahun yang melelahkan bagi Indonesia; meningkatnya ketegangan sosial akibat pilkada, lesunya perekonomian global yang turut berdampak pada nilai ekspor Indonesia, hingga drama kasus korupsi e-KTP.
Kemudian tahun 2018 datang dan Indonesia kembali dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah. Amerika Serikat dan berbagai negara di Eropa mulai menerapkan proteksi ekonomi yang secara tidak langsung mengganggu volume perdagangan Indonesia. Disisi lain, berbagai komoditas perdagangan lewat kesepakatan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) akan semakin menembus pasar Indonesia. Kondisi ini bisa berdampak negatif apabila tidak diantisipasi dengan baik. Tidak kalah pentingnya, pilkada serentak pada tahun 2018 juga akan menyita energi pemerintah dan masyarakat. Akankah Indonesia bisa merubah tantangan tersebut menjadi peluang?
Jawabannya mungkin bisa, mungkin saja tidak. Pasca krisis ekonomi 2008, haluan perekonomian dunia mengalami pergeseran. Berbagai negara di Eropa mengalami turbulensi ekonomi dan politik. Titik-titik ekonomi dunia bergeser, pasar berubah dimana emerging market seperti India, Indonesia, Brazil dan Turki menjadi target baru para investor dan pelaku pasar.
Diantara emerging market tersebut, Indonesia memiliki peluang yang lebih baik untuk meraih momentum pertumbuhan ekonomi pada tahun 2018. Selama tiga tahun terakhir, Brazil tersandera skandal korupsi yang melibatkan dua mantan presiden serta puluhan politisi dan pebisnis. Sedangkan Turki masih belum pulih dari kudeta politik 2016 yang lalu. Sebaliknya, iklim politik di Indonesia masih tergolong stabil dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, membaiknya sarana infrastruktur serta melimpahnya tenaga kerja.
Pada tahun 2018, Indonesia memiliki peluang emas untuk memaksimalkan restrukturisasi sistem pemerintahan, mengenyampingkan ego politik kepentingan dan mengedepankan pembangunan untuk kesejahteraan rakyat. Berbagai peluang pada tahun 2018 belum tentu datang untuk kedua kalinya, mengingat pada tahun 2019 Indonesia akan mengalami tantangan yang jauh lebih sulit karena adanya pemilihan presiden. Artinya, pemerintah berkuasa hanya punya waktu sekitar 12 bulan untuk memenuhi janji-janji kampanyenya baik itu di bidang kesejahteraan sosial, hukum, pendidikan, kesehatan hingga pertahanan. Namun demikian, perhatian pemerintah harus tertuju pada tiga sektor penting berikut ini.
Pertama, pemerintah harus berupaya keras untuk mengurangi angka ketimpangan ekonomi nasional. Saat ini satu persen orang kaya di Indonesia bahkan menguasai 49 persen kekayaan nasional. Tingginya angka ketimpangan ekonomi akan semakin memicu ketegangan sosial di tengah masyarakat. Akan tetapi, menciptakan keseimbangan ekonomi yang berpihak pada buruh dan masyarakat kecil, dan pada saat bersamaan harus menjaga iklim investasi memang tidak mudah. Dialog yang konstruktif antara pelaku pasar, buruh, masyarakat dan pemerintah harus terus dilakukan.
Kedua, Indonesia harus menaruh perhatian pada perkembangan ekonomi digital. Ekonomi digital telah mengubah mindset para pelaku ekonomi. Di sektor finansial misalnya, otomatisasi, big data, e-wallet hingga retail-banking akan terus berkembang pada tahun 2018. Start-up transportasi seperti uber, gojek, dan grab akan semakin mendapatkan tempat di hati masyarakat karena menawarkan efisiensi dan kemudahan layanan. Sosial media juga turut berperan di tengah booming ekonomi digital. Dengan sosial media, masyarakat akan semakin mudah mengidentifikasi produk terbaik terutama dengan membandingkan kualitas layanan konvensional dengan produk ekonomi digital.
Disatu sisi, transisi ekonomi menuju era digital ini berpotensi menimbulkan gesekan di tengah masyarakat. Berbagai penolakan dari para pelaku bisnis konvesional seperti perusahaan angkot dan tukang ojek konvensional diprediksi akan semakin marak terjadi pada tahun 2018. Namun demikian, penting untuk dicatat, ekonomi digital juga melahirkan lapangan usaha baru. Berbagai start-up di sektor transportasi, kuliner, pariwisata, perhotelan hingga industri kreatif akan semakin bermunculan. Tidak hanya itu, dengan pertumbuhan ekonomi digital saat ini, Indonesia memiliki peluang untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap sektor perbankan. Pada tahun 2017, hanya 36 persen masyarakat Indonesia yang memiliki akun perbankan sehingga menutup potensi untuk mendapatkan pembiayaan dan produk keuangan dari perbankan.
Sektor berikutnya yang tidak boleh dilupakan pemerintah Indonesia adalah pertanian. Secara kasat mata memang terjadi peningkatan produksi pertanian Indonesia selama beberapa waktu terakhir. Data BPS menunjukkan PDB sektor pertanian kuartal pertama 2017 meningkat 7,12 persen dibandingkan kuartal yang sama 2016. Sayangnya, tingkat kesejahteraan petani nasional yang diukur dengan indeks Nilai Tukar Petani (NTP) justru mengalami penurunan (Data: BPS).
Ditengah situasi tersebut, keputusan World Trade Organization (WTO) yang melarang negara berkembang mensubsidi ekspor pertaniannya mulai tahun 2018 menjadi angin segar bagi kebangkitan sektor pertanian Indonesia. Tahun 2018 harus dimanfaatkan oleh para pelaku kebijakan untuk memperkuat pondasi pertanian Indonesia dan meningkatkan produktifitas pangan nasional.
Tahun 2018 akan membawa Indonesia pada tantangan baru. Namun demikian, dibalik tantangan tersebut, Indonesia memiliki berbagai peluang untuk mengakselerasi pembangunan. Peluang yang sayang sekali jika dilewatkan begitu saja.
dipublish di Detik.com 03/01/2018