Pejabat VS Rakyat

Ini bukan tulisan serius. Meskipun panjang, tapi saya tidak sedang membahas teori politik ekonomi. Itu dijamin membosankan.

Saya yakin sahabat semuanya pernah bertemu dengan pejabat, baik itu pejabat terkenal maupun pejabat di tingkat lokal. Mungkin saja bersalaman, betatap muka, atau sekedar melihat dari jauh.
Bagi banyak orang, bertemu dengan politisi dan pejabat itu biasa saja. Namun bagi sebagian yang lain momen itu bisa melahirkan kesan mendalam.

Saya ingin berbagi 10 pertemuan dengan pejabat Indonesia yang paling berkesan bagi saya. Setiap pertemuan melahirkan impresi berbeda, senang, kecewa, sakit hati dan ada yang penuh tawa.

10. Megawati

Pertemuan dengan Megawati adalah yang paling tidak berkesan. Saat itu saya masih SMP ketika Megawati berkunjung ke kampung halaman saya. Saya masih ingat, siswa diintruksikan untuk membuat bendera merah putih dan mengibarkannya di pinggir jalan. Hari pun tiba, kami berdiri di pinggir jalan lengkap dengan atribut bendera merah putih yang kami buat dari kertas minyak. Akhirnya iring-iringan mobil presiden lewat depan sekolah. Saya pikir Megawati bakal melambai-lambaikan tangannya dari dalam mobil. Tapi, hingga iring-iringan mobil itu selesai, saya tidak tahu mana mobil yang ditumpangi presiden. Kan kampret. Mungkin karena itu juga saya tidak pernah suka partai banteng. Haha

9. Susi Pujiastuti

Saya bertemu dengan ibu Susi, Menteri Kelautan dan Perikanan saat acara ramah tamah di London. Jujur, saya fans garis kerasnya ibu Susi. Kapasitas beliau adalah cambuk motivasi. Bayangkan seorang lulusan SMP bisa jadi Menteri. Saat pertemuan itu, memang tidak sempat ngobrol banyak. Tetapi yang paling saya ingat, saya sempat berniat untuk foto bersama. Selpi, bahasa gaulnya. Handphone sudah ready, saya mendekat. Tiba-tiba, sebelum foto dijepret segerombolan emak-emak ganas datang menyerang, menyalami bu Susi, dan selpi bersama. Ah sudahlah. Cukup semua jadi kenangan dalam memori.

8. Jusuf Kalla

Saya bertemu dengan Jusuf Kalla saat beliau menjadi narasumber kegiatan pelatihan kepemimpanan yang diselenggarakan oleh LPDP. Beliau salah satu negarawan terbaik yang dimiliki negeri ini. Cara berpikirnya, dan kapasitasnya sebagai pengusaha adalah modal penting yang tidak dimiliki oleh banyak politisi saat ini. Ketika pertemuan itu, saya hanya sempat bersalaman, tanpa ucapan apa-apa. Walaupun sebenarnya dalam hati pengen berteriak. “Paaaak Ooooiii, awak satu kampung sama Istri Bapak”.

7. Susilo Bambang Yudhoyono

Momennya terjadi sekitar setahun yang lalu saat acara audiensi dengan komunitas pelajar Indonesia di Inggris. Saya berkesempatan berdiskusi dengan beliau, terutama tentang potret ketimpangan ekonomi Indonesia yang semakin buruk. Kesan saya, beliau adalah pemimpin yang cerdas, hanya saja terlalu kaku, rigid dan cenderung pragmatis. Dunia ini sudah makin gila. Kita tidak bisa berada pada titik abu abu. Hitam katakan hitam, putih katakan putih, begitulah kura-kura. Setelah acara selesai, ada sesi foto bersama. Saya telat, gara-gara kelamaan ngobrol dengan tamu yang lain. Foto bersama SBY hanya angan-angan, sekali lagi, hanya tersimpan dalam memori. Naas.

6. Jokowi

Pertemuan dengan Presiden Jokowi berada di peringkat ke-6. Memang benar adanya, Jokowi itu ramah, apa adanya dan tidak terjebak pada kakukanya sistem protokoler kepresidenan. Semua masyarakat yang hadir saat itu terlihat antusias dengan pendekatan beliau yang lebih “merakyat”. Hanya saja, beliau bukan orator ulung atau politisi cerdas layaknya Obama, Erdogan, dan Hassan Rouhani. Pidatonya biasa saja, tapi yang paling berkesan, saya mendapatkan kesempatan untuk berdiskusi, bertanya, bersalaman, dan berfoto bersama beliau. Akhirnyaaaa. Haha. Ya minimal, nanti anak cucu saya percaya kalo saya pernah bertemu dengan Jokowi. Ada buktinya. Asli !!. Haha

5. Sri Sultan Hamengkubuwono X

Pertemuan dengan Gubernur DIY ini mungkin terdengar konyol. Zaman bahuela waktu saya masih kuliah, semangat perjuangan begitu menggebu gebu. Bukan semangat untuk sekolah, tapi semangat untuk berbisnis, mencari uang sendiri dan tidak ingin membebani orang tua. Mulia sekali bukan. Tetiba saat itu ada teman datang menawarkan bisnis yang katanya bisa kaya dalam sekejap, beli Mercedes, dan naik kapal pesiar. Cuooocok sekali ini. Passsss !!
Saat itu saya diajak ke acara akbar pertemuan inisiator Tiansh* di Yogyakarta. Wah luar biasa, di acara itu ada deretan mobil Mercedes, serta banyak foto-foto mereka yang sukses naik kapal pesiar. Disitulah saya melihat Sri Sultan Hamengkubuwono X yang datang sebagai pengisi acara. Go freedom !! Go freedom !!. itulah yel yel yang saya ingat waktu itu. Haha. Walaupun gak jadi gabung Tians*, sampai sekarang saya masih memimpikan naik kapal pesiar dan berdiri di anjungan kapal seperti Jack dan Rose. Mantaaap.

4. Shadiq Pasadigoe

Buat yang tidak tahu beliau adalah Mantan Bupati Tanah Datar. Beliau juga berjasa besar membantu beban finansial saya saat memulai kuliah S1. Pemerintah Daerah memberi saya uang 5 juta rupiah, sebagai imbal prestasi lulus di UGM. Pertemuan dengan beliau hanya terjadi dua kali, tetapi sangat membekas. Pertemuan pertama terjadi di salah satu Masjid di kampung. Saat shalat Jumat dimulai, beliau tiba-tiba datang. Selepas shalat, saya sebenarnya sudah siap siaga untuk menyapa beliau atau sekedar mengucapkan terima kasih. Eh ternyata persis setelah assalamualaikum, langsung ngeloyor pergi.

Pertemuan berikutnya saya berkunjung ke kediamannya. Saya sempat cerita tentang pengalaman saya dan mohon doa beliau karena akan berangkat sekolah ke Manchester. Saya bertemu beliau berharap akan mendapatkan nasihat ala orang-orang tua yang bijak dan kharismatik. Tapi nyatanya tidak. Setelah diam macam patung tak diharapkan di rumah itu, saya dikasih uang jajan dalam bentuk dollar. Dollar cuuy. Jumlahnya gak banyak. Tapi gapapa, setidaknya masih untung. Ya sudahlah. Alhamdulillah.

3. Priyo Budi Santoso

Peringkat ketiga pertemuan dengan pejabat Indonesia yang paling berkesan dihuni oleh Bapak Priyo Budi Santoso. Kami bertemu sekitar tahun 2010 saat beliau menjadi Wakil Ketua DPR. Saat itu saya menjadi aktivis amatiran. Setelah membuat janji bertemu di gedung DPR, kami numpak sepur berangkat dari Jogja. Yang paling berkesan, pagi buta, kami sampai di stasiun Senen. Karena capek, saya tertidur di stasiun. Apesnya, saat itulah sepatu vantofel teman saya Nicko Alfiansa hilang diambil pemulung. Dia sampai mutung marah-marah, karena itu sepatu baru dan sudah disiapkan khusus untuk menginjak gedung DPR. Haahaha. 

Itulah pertama kali saya masuk gedung wakil rakyat, wah rasanya beda, bahagia sekali waktu itu, maklum mahasiswa kampungan. Setelah ngobrol basa basi dengan pak Priyo, kami pulang. Saat itu beliau bertanya, kalian pulang naik apa? Kami lantas menjawab: “Pak, kami naik kereta ekonomi, yang paling murah, desak-desakan dan tidur di lantai”. Entah karena prihatin, beliau memberi kami uang jajan satu juta rupiah. Itu uang gede banget waktu jaman mahasiswa. Senangnyaaa waktu itu, bukan hanya karena uang, tetapi juga karena keberhasilan kami: bahwa mempolitisir politisi, ternyata pekerjaan mudah. haha

2. Alfons Manibui

Peringkat kedua jatuh kepada bapak Alfons Manibui. Beliau adalah Bupati Kabupaten Bintuni Papua. Kesan dan hari-hari berdiskusi dengan beliau tidak akan pernah saya lupakan. Pertemuan itu terjadi saat kami melaksanakan KKN di Papua. Sebelumnya saya tidak pernah grogi berbicara di depan umum, ataupun bertemu dengan para pejabat. Tapi itulah kali pertama saya gemetar saat berdialog dengan pejabat. Logat Papuanya, tutur katanya yang rapi, gertakannya dan kecerdasannya saya acungkan dua jempol. Saya tidak akan lupa kata-kata beliau:

“Saya orang Papua, Saya sekolah lulusan Universitas di Prancis !!”

Kesan yang sangat mendalam. Menyiratkan bahwa, masyarakat Papua tidak seperti yang dibayangkan banyak orang. Selama ada keberpihakan dan kesetaraan. Semua orang punya kesempatan yang sama untuk sukses.

1. Purna Irawan

Inilah juaranya. Pertemuan dengan Bapak yang terhormat Purna Irawan. Tidak akan pernah saya lupakan seumur hidup. Pasti banyak yang tidak tahu siapa pejabat ini. Mari saya jelaskan ciri-cirinya. Rambutnya ikal, selalu bawa tentengan tas pinggang plus gaya bicaranya yang selalu bikin emosi. Beliau adalah yang dipertuan agung kepala desa salah satu kampung di Kalimantan. Saya bertemu dengan beliau saat masih bekerja di perusahaan tambang.
Bapak inilah yang sering bikin saya mimpi buruk dan tidur gak nyenyak terutama gara-gara surat cintanya. Saya masih ingat persis isi suratnya:

“Meminta kepada perusahaan untuk memberikan insentif kepada aparat desa sesuai dengan porsi jabatannya masing-masing”.

Pada kenyataannya, saya tak pernah sepeserpun memberikan insentif itu. Dia marah besar.

Saya temui berulang kali, berdiskusi, dialog dan tetaaaaap gak mempan. Hingga ada satu momen saya diintimadasi di warung kampung. Takut sebenarnya, mati sia-sia. Tapi ternyata momen-momen itulah yang menjadi titik balik perjalanan saya hingga saat ini. Bahwa makna pembangunan yang paling hakiki adalah memberdayakan masyarakat, apapun karakternya dan golongannya, mulai dari yang alim dan cerdas hingga yang bandit sekalipun.

Dari sepuluh momen itu, saya memahami memang tidak gampang menjadi pejabat, terutama karena kesibukan, agenda yang padat hingga aturan keprotokoleran. Hanya saja, bagi masyarakat kecil seperti saya, kadang hanya butuh senyuman dan sedikit sentuhan keteladanan.

Kepercayaan dari rakyat tidak bisa hanya lahir lewat pencitraan, atau pidato-pidato pragmatis. Masyarakat perlu diselami, dihargai dan dimanusiakan. Satu hal yang perlu diingat oleh para politisi ataupun para pejabat. Secara ketatanegaraan kita memang berbeda. Tetapi secara sosial dan ketuhanan, derajat pejabat dan rakyat itu sama.

Kita sebagai rakyat tidak boleh merasa rendah diri, sebaliknya para pejabat jangan pernah merasa tinggi hati. Mau pejabat ataupun rakyat, kita pasti maaati.

One thought on “Pejabat VS Rakyat

Leave a Reply

Your email address will not be published.

WC Captcha 65 − 56 =