Antara Profesi dan Ketulusan Hati
Dengan kondisi setengah teler, keluar dari perpus jam 12 malam. Dingin 5 derajat langsung menyergap. .
Buru-buru lari ke parkiran ngambil sepeda. Dan sepeda, “HILANG”
Oh tidaak, seketika teler berubah sadar, semua teori yang saya baca seharian menguap.
“Sepeda 50 pound saya hilang. Rupiah translate bekerja otomatis. Itu 1 juta broo. .
Oke, telpon security !!, satu menit kemudian security datang, lengkap dengan peralatan canggih (Baca: HT) dan saya diinterogasi, mungkin persis seperti bendahara kantoran yang dirampok setelah ngambil uang di ATM sebelum hari gajian
ngobrol panjang lebar dengan kesimpulan, dia telah pergi dan mungkin takkan kembali. .
Langkah sayu, pulang jalan kaki. .
Tapiiii. .konyolnya baru dimulai, setengah perjalanan, baru ingat, saya parkir sepeda di tempat yang berbeda. Huaaa, how stupid am i. Rasa-rasanya, pengen scan ulang nih kepala, barangkali ada virus Trojan.
Balik lagi. .dan siap-siap dimarahin security. Memori 1 tahun lalu teringat lagi, dimaki maki security kantor gara-gara masuk kompleks kantor gak pake sepatu
Setelah pasang muka pura-pura bodoh, minta maaf berulang ulang. .Ternyataa security nya hanya ketawa, dan ngajakin minum kopi, plus nasehat penuh kasih sayang ala kakek dikampung, “kalo pulangnya malam sebaiknya beli lock yang bagus, biar gak dimaling orang”.
Berulang kali berpikir, betapa profesionalnya mereka menghadapi orang konyol seperti saya. .
“apapun profesi anda, jalanilah dengan sepenuh hati, karena hanya dengan itu anda bisa membahagiakan hati orang lain. Hidup ini dijalani untuk kebahagiaan”
Barangkali teori ini jauh lebih bermakna dan membekas ketimbang teori yang saya pelajari di malam ini