Bisakah Orang Miskin Menabung?

Konsep sederhana yang dipahami banyak orang adalah jika ingin kaya, maka menabunglah.

Namun demikian, menabung bukanlah perkara mudah khususnya bagi masyarakat berpendapatan menengah ke bawah. Bagi mereka yang tinggal di wilayah pedalaman dan jauh dari akses perbankan, sangat sulit menemukan tempat yang aman untuk menyimpan uang. Saya bahkan pernah menemukan orang-orang yang masih menyimpan uang didalam bambu dan dibawah kasur. Akibatnya, sangat sulit untuk memastikan uang yang disimpan tersebut digunakan untuk keperluan jangka panjang.

Kadangkala, tetangga tiba-tiba datang untuk meminjam uang, atau suami yang memaksa menggunakan uang tersebut untuk membeli alkohol dan berjudi, ataupun anak semata wayang yang meminta dibelikan sepeda motor. Sehingga, meskipun terdapat uang sisa tabungan, ketiadaan institusi finansial yang aman untuk menyimpan tetap akan membuat masyarakat miskin cenderung menghabiskan uang ketimbang menyimpan uang. Oleh karena itu, keberadaan institusi formal yang memungkinkan masyarakat miskin bisa menabung dengan aman adalah suatu keharusan.

Bisakah Masyarakat Miskin Menabung?

Saya berkeyakinan, anggapan bahwa orang miskin tidak bisa menabung karena tidak memiliki cukup uang adalah pemahaman yang keliru. Kaya atau miskin seseorang tidak menentukan seberapa besar kemungkinan seseorang bisa menabung. Bahkan banyak kelas menengah ke atas yang tidak bisa menabung dan hidup dengan pengeluaran yang jauh lebih besar daripada penghasilan.

Dengan kata lain, meskipun orang miskin harus menghabiskan uang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, masih terdapat peluang untuk menabung, meskipun jumlahnya kecil. Banyak contoh nyata dimana ibu rumah tangga tetap bisa menabung, meskipun suaminya tidak memberikan nafkah yang layak. Bahkan tidak jarang kita temukan orang miskin yang bisa merubah hidupnya secara perlahan lewat tabungan dan investasi jangka panjang. Artinya, semua sangat bergantung dari kemauan seseorang untuk menabung.

Besar Pasak Daripada Tiang

Masalahnya adalah banyak masyarakat golongan menengah ke bawah yang terjebak pada pengeluaran yang tidak perlu yang sebetulnya bisa diminimalisir.  Mereka memang tidak mengkonsumsi makanan dan memiliki pakaian layaknya orang kaya, tetapi mereka seakan terapaksa untuk mengeluarkan uang dalam jumlah besar. Mendeskripsikan seberapa penting pengeluaran keluarga memang terkesan sangat subjektif. Tetapi secara umum, setidaknya ada tiga faktor utama mengapa masyarakat miskin sering terjebak pada pengeluaran yang sangat besar.

Gaya hidup: Di banyak daerah di Indonesia, menikah adalah sesuatu yang sangat mahal. Ini adalah salah satu contoh yang paling tepat dimana masyarakat seringkali terjebak pada pengeluaran yang sangat besar. Belum lagi acara lain seperti perayaan ulang tahun, khitanan, dan berbagai peringatan hari besar keagamaan lainnya. Kenyataannya, kegiatan-kegiatan ini membuat masyarakat golongan menengah ke bawah sulit berdamai dengan keadaan dan memilih untuk mengeluarkan dana dalam jumlah besar yang seringkali lebih besar daripada pendapatan.

Dana darurat: Kondisi darurat yang terjadi secara tiba-tiba seringkali memaksa mereka untuk mengeluarkan uang yang jauh lebih besar daripada penghasilan. Anak yang tiba-tiba sakit, kecelakaan, kematian anggota keluarga, ataupun di PHK dari pekerjaan. Kondisi ini sebetulnya bisa diminimalisir apabila masyarakat miskin memiliki asuransi. Namun demikian, hal ini sangat bergantung dari keberpihakan pemerintah dan ketersediaan asuransi untuk masyarakat miskin. Selama belum ada fasilitas yang layak untuk masyarakat miskin, mereka tetap akan mengeluarkan uang yang melebih pendapatan jika terjebak dalam kondisi darurat

Investasi: Banyak masyarakat termasuk golongan menengah ke bawah yang cenderung memilih menginvestasikan uangnya untuk hal-hal yang membuat kehidupan lebih nyaman – ingin rumah yang besar, furnitur mewah, handphone keluaran terbaru dan televisi. Investasi ini yang sering memaksa kita memiliki pengeluaran yang sangat besar. Bagi masyarakat miskin dampak misalokasi keuangan ini sangatlah fatal. Terlebih karena mereka memiliki pondasi keuangan yang sangat rentan.

Ketiga faktor diatas hanya beberapa diantara kondisi yang akhirnya memaksa masyarakat miskin hidup dalam kondisi besar pasak daripada tiang. Menyikapi hal ini, butuh solusi yang tidak sederhana. Pertama, menabung adalah suatu keniscayaan, baik bagi orang miskin maupun mereka yang kaya sekalipun. Tabungan adalah pondasi keuangan keluarga yang bisa kita gunakan untuk investasi jangka panjang maupun disaat kita mengalami kondisi darurat.

Kedua, kita harus memastikan bahwa pengeluaran yang dilakukan benar-benar sesuai dengan kebutuhan. Masalah gengsi, takut diremehkan orang lain ataupun mengikuti tren masa kini seharusnya dikesampingkan dengan terlebih dahulu mengalokasikan dana untuk kebutuhan yang lebih penting.

Ketiga, keberpihakan pemerintah untuk menyediakan institusi keuangan yang pro masyarakat miskin harus terus diupayakan. Asuransi kesehatan, pensiun dan asuransi ketenagakerjaan akan sangat membantu masyarakat miskin untuk mengakali keuangannya pada kondisi darurat.

Persoalan ini adalah gambaran sederhana dari kompleksnya masalah kemiskinan. Poin sederhana yang penting untuk dicatat, selama ada kemauan yang kuat dari masyarakat itu sendiri untuk mengelola uangnya dengan bijak serta didukung dengan keberpihakan pemerintah, upaya pengentasan kemiskinan akan menunjukkan hasil yang signifikan.

dipublish di Selasar, 15 November 2015

Leave a Reply

Your email address will not be published.

WC Captcha 93 − 85 =